Rabu, 14 Januari 2009

Gratitude changes Attitude


Pada akhir pekan lalu, hari sabtu dan minggu, dua kali berturut-turut saya mendapat hadiah luar biasa dari si sulung Kahfi. Hadiahnya berupa pelajaran untuk hati.

Pelajaran 1 :

Hari Sabtu dibuka dengan hujan deras menyapu Makassar dan sekitarnya. Bangun pagi, setelah memandikan anak-anak, saya dan suami pergi ke kantor pengembang perumahan. Cukup lama juga terjebak hujan disana. Ditambah mendadak saya diminta oleh kantor Pusat untuk mengirimkan data Psikotes klien (sabtu gitu, lho?). Lengkaplah alasan saya hari itu untuk ngedumel. Setelah menerobos hujan dengan motor tanpa jas hujan, sampai di rumah kami berdua main-main dulu dengan anak-anak. Selepas siang, suami dan saya siap-siap berangkat lagi. Kami sama-sama perlu kirim email di kantor dan mengorbankan beberapa jam hari libur kami untuk itu. Pergilah kami bersama ke kantor masing-masing. Sepanjang hari itu hujan turun bertubi-tubi tiada henti. Setelah selesai, kami sepakat untuk mampir dulu beli bahan makanan untuk di rumah. Berhubung sudah lewat magrib, kami bergegas untuk menyelesaikan belanja dan langsung pulang. Sempat terlintas untuk membelikan oleh-oleh untuk anak-anak, tapi tidak jadi karena “makan waktu”, pikir saya.

Sampai di rumah, seperti biasa, si sulung langsung menyambut kami datang dengan teriakan girang “Ayah..bunda..!!!”. Kalau si bungsu sih, hanya menongolkan diri saja berhubung belum bisa bicara ;p, tim hore dia.
Kahfi langsung tanya, “Ayah bawa apa itu?” melihat kami “acrobat” keseimbangan di atas motor berusaha membawa sebanyak itu belanjaan.
Bongkar punya bongkar, Kahfi mendapati sebotol saos tomat kesukaannya (semua belanjaan hari itu adalah bahan makanan mentah).
”Wah, tomat!!! Kahfi suka!!! Kahfi suka!!!”, teriaknya dengan suka cita sambil berlari keliling ruang tamu. Ekspresi wajahnya itu, lho….hepiiiiiiiiii banget. Bikin hilang pegal saya habis membawa belanjaan, dan rasa dingin akibat kehujanan menguap entah kemana.

Pelajaran 2 :

Malam minggu itu hujan deras luar biasa, sampai-sampai minggu pagi kami terbangun mendapati air merembes masuk ke ruang keluarga dan kamar si mbak. Kasurnya mbak Jum (pengasuh anak-anak) buasah semua (di rumah tidak ada yang memakai tempat tidur). Berhubung sepanjang hari minggu itupun masih hujan, dijemur pun kasurnya si mbak tidak kunjung kering. Akibatnya, saya dan suami sepakat untuk pergi keluar lagi untuk membeli matras darurat untuk mbak Jum tidur malam itu.

Menunggu hujan reda, kami baru berangkat setelah magrib. Setelah keliling, akhirnya dapat juga apa yang kami cari, plus beberapa benda lain yang kami pikir perlu untuk di beli (impulsive buying ;p). Kali ini saya bertekad untuk membeli makanan jadi sebagai oleh-oleh untuk anak. Meskipun pulangnya jadi lebih lama, tibalah kami di rumah dengan 2 bungkus sate ayam.
“Bawa apa, ayah?”, teriak si sulung.
“Sate. Adek mana?”, balas ayahnya.
“Adek bobo”, jawab Kahfi.
Segera setelah si mbak menyajikan sate bawaan kami tadi, Kahfi langsung mengambil tusuk pertamanya dari 10 tusuk yang dia makan malam itu.
“Asik, sate..sate…Kahfi suka!!! Kahfi mau makan!!!”, teriaknya sambil – lagi-lagi- lari keliling ruang tamu.
Bahagianya melihat anak itu menikmati sate bawaan kami.


Di sudut ruangan, saya merenung.
Dahsyat sekali pelajaran yang saya tangkap dari putra saya tercinta.
Dia mampu menerima dengan senang hati apapun yang kami bawakan.
Walaupun itu hanya sebotol saos tomat!
Apalagi sebungkus sate ayam.
Kalau saya ingat ke belakang, waktu saya seumur dia, saya tidak punya kemampuan seperti itu. Ayah saya juga punya kebiasaan dari waktu ke waktu, kalau pulang kerja Ia bawakan makanan kecil, entah itu martabak, gorengan, atau kue mangkok kesukaannya.
Payahnya, kalau apa yang ayah saya bawakan tidak sesuai dengan keinginan atau selera saya, biasanya saya langsung manyun. Seingat saya, sambutan saya juga tidak seheboh Kahfi terhadap pemberian ayah saya dulu. Duh, malunya.
Anak saya ternyata lebih hebat.
Lebih mampu mensyukuri pemberian orang tuanya.
Mensyukuri hal yang simple, se-simpel saos tomat.
Mensyukuri meskipun mungkin bukan oleh-oleh yang paling nikmat yang bisa dinikmatinya.
Menerima dan membuat orang yang memberi padanya merasa bahagia luar biasa.
Bangga saya sama dia.

Tarik lebih jauh, saya jadi seperti dinasehati oleh anak saya.
Apa sih dalam hidup saya, yang saya kira berat? Susah? Kurang?
Masa’ apa yang sudah saya miliki tidak cukup bagi saya untuk merasa bersyukur pada Allah yang memberi semua rezeki dan nikmat?
Masa’ saya tidak bisa mensyukuri hal se-simpel saos tomat dalam keriuhan hidup saya?
Hal-hal kecil yang remeh, tapi bila tidak diterima, disyukuri dan dinikmati, maka hidup ini akan susah terus. Iya kan? Kalau terus menerus mengharap hal-hal besar dan melewatkan hal-hal kecil. Coba aja….

"Semakin banyak Anda bersyukur kepada Tuhan atas apa yang Andamiliki, maka semakin banyak hal yang akan Anda miliki untukdisyukuri."

Jadi ingat lagu-nya Sherina. Kalau ga salah liriknya begini :

Walau hidup susah
Walau makan susah
Walau tuk senyum pun susah
Rasa syukur ini, saat bersamamu, juga susah dilupakan
Ku Bahagia……

Itulah yang saya alami.
Gratitude REALLY changes attitude.

2 komentar:

fitri mengatakan...

U're right sis, gratitute really changes attitude.
Seperti yang sering kita bahas di SG...-betapa aku bersyukur punya SG- benar-benar membantu kita memahami makna terdalam dari setiap akitivas kita sehari-hari dengan penuh rasa syukur.
Dengan belajar mensyukuri hal-hal kecil maka akan sangat membantu kita tuk mensyukuri hal yang lebih besar...

Unknown mengatakan...

setiap orang selalu bisa belajar dari semua orang day...
two thumbs up!!! ^_^
gw baru tau loe punya blog bu...baru gw liat nih...kereeen!!! :)