Senin, 07 Februari 2011

Master (degree) Oh, Master.....


Sometimes I heard someone say something that resulted in me being bothered. A sense of intriguing discomfort. Always had the urge to either write or talk about it and, if possible, contemplate it.

Recently, I am bugged by someone's behavior, both in words and actions.

Saya melihatnya begitu pede dengan titel dan teori-teori yang dikuasainya. Begitu pongahnya kesana kemari memberi saran berdasarkan teori-teori yang ia tahu tanpa didasari pengalamannya sendiri. Dia berani memberi saran untuk suatu kondisi yang dia sendiri tidak menjalaninya. Parahnya, saran ini ia berikan sebagai tips dalam salah satu seminar yang memasangnya sebagai nara sumber, hanya karena dia psikolog.

Ah, saya tahu kenapa saya begitu terganggu.
Saya ini iri. Benar. Dalam pikiran saya, sungguh tidak adil...saya yang lebih banyak pengalaman (konseling,parenting,pengembangan diri), hanya menempati "kasta" paling rendah di bidang psikologi ini. S1 psikologi paling banter hanya bisa melakukan pengetesan, dan wawancara. Boro-boro menjadi nara sumber. Pasti titel yang akan berbicara. Ini jadi hambatan sekaligus sumber rasa minder saya.

Benar. Rumput tetangga selalu tampak lebih hijau.
Seorang teman baik sudah menyampaikan ini pada saya. Bahwa saya punya banyak hal yang tidak dikuasai teman-teman yang sudah psikolog.

Namun gundah saya masih berlanjut.
Saya belum menemukan jawaban yang memuaskan mengenai mengapa hal ini begitu mengganggu saya? Selain karena saya merasa iri tadi.

Pikir punya pikir, saya memang punya niat untuk melanjutkan pendidikan. Tapi impian saya bukanlah pendidikan S2 psikologi seperti yang ada di kurikulum Indonesia. Saya ingin mendapat pendidikan seperti jurusan-jurusan yang ada di LN. Ingin belajar konseling dengan baik. Ingin tahu psikologi forensik (sekedar tahu-ngga ingin jadi ahli). Ingin belajar semantic psychology (Saya bahkan ngga tahu apakah ilmu ini ada. Hanya bayangan saya, ilmu yang mempelajari nilai "rasa" dari kata-kata yang dipakai orang dalam berinteraksi akan menunjukkan banyak hal tentang diri maupun relasi itu). Dan macam-macam. Mungkin itu sebabnya saya belum dikasih rezeki untuk lanjut S2 disini -_-' should've known.


So, why my friend bugged me so much?
Well...it's the unfairness of the system and social expectation I guess.
This is my homework to make peace with that.
I shall work my way around them.

1 komentar:

fitri mengatakan...

duuuuh....kebayang ya sis aku juga sering banget nemuin yang kayak begini. Cuma tau di tataran teori aja udah kayak Master kehidupan aja...ckckckck....
Tapi ya sebetulnya ada rasa iri juga di hatiku karena dia udah lulus dan aku belom :D
Parah nih...udah mo tahun ke-5 dan aku masih belum juga menyelesaikan thesis. Sampe diultimatum sama mama tapi akunya tambeng....ckckckckck....ngaco bener deh gw :p
*malah curcol hahahaha

Btw i love to read your writing. I learn a lot from them :)